Kamis, 22 Januari 2009

Jangan (terlalu) Berharap pada Obama

Oleh : Asaduddin


Selasa 20 Januari 2009 adalah hari yang bersejarah bagi rakyat Amerika Serikat. Pada hari itu seorang Afro Amerika bernama Barrack Husein Obama dilantik oleh Ketua Mahkamah Agung AS John Roberts sebagai presiden ke-44 di Gedung Capitol Hill. Euforia diangkatnya Obama sebagai Presiden tidak hanya terjadi di AS, tetapi juga di belahan dunia lain khususnya Kenya sebagai tempat lahir Barrack Husein Obama Sr (Obama dan Ayahnya punya nama yang sama) dan juga di Indonesia dimana Obama pernah tinggal dan bersekolah selama beberapa tahun karena mengikuti ayah tirinya yang berkewarganegaraan Indonesia.
Hingar bingar pelantikan obama ini benar – benar disambut oleh para obamamania yang berasal dari berbagai kalangan mulai dari penduduk, politisi, negarawan baik di dalam Amerika maupun luar Amerika. Mereka berharap perubahan yang dijanjikan obama sewaktu kampanye pilpres AS benar – benar terealisasi. Tak kurang dari seorang Hidayat Nur Wahid juga berharap obama membawa angin perubahan untuk menghadirkan tata dunia baru yang tidak lagi berbasis pada hegemoni arogan negara yang bernama AS.. Akankah Obama benar – benar memenuhi janji kampanyenya, bahwa “Change, We Can”?

Posisi Obama terhadap Israel dan Palestina
Ujian pertama yang akan dihadapi Obama pasca pelantikannya sebagai Presiden adalah menyelesaikan konflik di Gaza. Ketika Israel meyerang Gaza selama 22 hari yang mengakibatkan syahidnya 1200 warga Gaza dan lebih dari 5000 orang terluka, Obama terkesean pelit komentar. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan komentar kerasnya sehari pasca serangan 10 orang teroris ke mumbay India. Obama nampak berhati – hati dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Israel. Sepertinya, di era Obama pun keberpihakan AS terhadap Israel tidak akan bergeser sebagaimana terjadi di masa Bush. Kuatnya lobi Yahudi di AS memang telah membelenggu setiap presiden AS untuk selalu mendukung Israel tanpa reserve.
Kita sudah sering mendengar, ketika pesawat-pesawat tempur Israel mengebom permukiman warga Palestina, AS menyebut itu sebagai tindakan membela diri. Tidak peduli hasil dari aksi brutal militer Israel itu adalah terbunuhnya ribuan warga Palestina yang tidak berdosa.Berbeda dengan sewaktu pasukan Palestina membalas serangan Israel dan ada warga Israel terbunuh, AS menyebut itu sebagai tindakan terorisme. Jadi, di mata AS pasukan Palestina yang berjuang membebaskan tanah air mereka dari penjajahan Israel tidak lebih dari teroris.
Sinyal bahwa kebijakan Obama terhadap Israel tidak akan berbeda jauh dengan pendahulunya sudah tampak sejak awal. Munculnya nama Rahm Emanuel sebagai Kepala Staf Gedung Putih merupakan pertanda jelas tetap kuatnya dukungan AS terhadap Israel. Menurut situs berita Eramuslim, Emanuel adalah mantan tentara Israel kelahiran Yerussalem. Pada masa Perang Teluk tahun 1991, Emmanuel bertugas sebagai relawan dalam kemiliteran Israel. Begitu pula dengan penunjukan Hillary Clinton sebagai Menteri Luar Negeri menggantika Condi Rice. Hillary adalah mantan First Lady AS yang memiliki orientasi dan kedekatan pada Israel, bahkan ia tidak memiliki visi apapun berkaitan dengan sebuah Negara Palestina yang merdeka.
Hal lain yang memaksa kita untuk tidak terlalu berharap pada Obama karena saat ini Yahudi mendominasi anggota Kongres dari Demokrat hasil Pemilu 2006. Dari 43 Yahudi, 40 orang di antaranya berasal dari partai Obama (Partai Demokrat). Mereka menduduki sejumlah posisi penting, seperti Harry Reid, yang menjadi pemimpin mayoritas Senat, Nancy Pelosi, yang menjadi Ketua DPR serta Senator Joseph Biden, yang mengetuai Komite Hubungan Luar Negeri.yang memimpin Komite Hubungan Internasional DPR yang kini dipilih Obama sebagai Wakil Presidennya. Komunitas Yahudi di negaranya sangat kuat dalam lobi-lobi politik dan menyumbang lebih dari 60 persen dari seluruh dana kampanye Demokrat. Akankah suatu kebijakan dapat terealisasi tanpa dukungan dana dan mayoritas senator yang menduduki pemerintahan Amerika Serikat?
Bahkan sebagai rasa terima kasih kepada para pemilih Yahudi, ia menyampaikan pidato kemenangan pertamanya itu di depan anggota Komite Urusan Publik Amerika Israel (AIPAC). Di sini ia kembali menegaskan komitmennya terhadap Israel, termasuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Zionis itu. Obama pernah berujar, “Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu,” . Hal ini disampaikannya dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60
Sikapnya terhadap Hamas juga tidak berbeda dengan presiden Bush. “Saya sudah mengatakan bahwa mereka adalah organisasi teroris, yang tidak boleh kita ajak negosiasi kecuali jika mereka mengakui Israel, meninggalkan kekerasan, dan kecuali mereka mau diam oleh perjanjian sebelumnya antara Palestina dan Israel. Jadi apa perbedaan mendasar yang berubah antara Bush dan Obama?

Harapan Umat Islam
Seorang muslim hendaknya memiliki wa’yu siyasi atau kesadaran poltik, yakni suatu penilaian terhadap permasalah global dalam perspektif mabda’ (Ideologi) yang khas (Islam), Sebab hanya dengan memiliki wa’yu siyasi ini ummat akan memiliki kesadaran untuk senantiasa menjaga haknya dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Termasuk dalam hal ini mempunyai kemampuan membaca konstelasi politik internasional yang sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi ummat Islam.
Untuk itu seorang muslim harus berpikir jernih dalam mensikapi diangkatnya Barrack Obama sebagai Presiden Amerika. Sekalipun dia mengemban nama Hussein serta memiliki ayah kandung (Obama Sr) dan Ayah tiri (Lolo Suntoro) yang notabene beragama Islam, namun obama sendiri mengikuti agama ibunya, Nasrani. Bahkan pada saat dilantik sebagai Presiden, Obama mengucapkan sumpahnya di bawah naungan Masonic Bible (Injil Masonik). Injil Mason merupakan sebuah Injil yang telah diberi catatan kaki di sana-sini, bahkan melebihi ayat-ayat aslinya, yang keseluruhan catatan kakinya tersebut berpandangan Zionistik. Injil jenis ini juga memuat sejumlah ilustrasi berupa fragment sejarah kaum Yahudi, tentunya yang mendukung klaim Zionis-Yahudi atas Tanah Palestina.
Hal ini memperjelas status obama bahwa dia bukanlah saudara seaqidah bagi kaum muslimin. sebagai umat unggulan yang diberkahi Allah, selayaknya kita bersikap wajar dan tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu. Allah SWT Berfirman, yang artinya

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (TQS Al-Maidah:110).

Tidak layak bila Ummat Islam berharap pada ummat lain. Harapan terhadap sesuatu hanyalah mutlak ditujukan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kita hanya diwajibkan untuk berikhtiar dan ridha dalam menerima takdir yang telah ditetapkan-Nya di Lauh Mahfuzh.

“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hadid :22)

Selain itu harus disadari bahwa Amerika bukanlah hanya seorang Obama. Amerika adalah institusi kenegaraan yang mengemban ideologi Kapitalis. Negara kapitalis hanya bisa eksis bila ia melakukan penjajahan (Isti’mar) ke negara lain. Karenanya AS akan tetap menjaga dominasi mereka di negeri Islam dan melanjutkan agenda kapitalis mereka untuk mengekploitasi negeri-negeri Islam. Sikap Obama dalam kampanye pemilu kemarin juga jelas. Obama mendeklarasikan akan menarik pasukan AS dari Irak untuk dikirim ke Afghanistan. Artinya, Obama akan tetap melanjutkan pembantaian brutal tidak berprikemanusiaan terhadap negeri Islam itu. Presiden AS boleh berganti, tapi prinsip penjajahan mereka tidak akan berubah. Seorang Obama tidak akan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang merupakan masalah sistemik di negara itu,
Oleh karena itu, bila ummat Islam ingin bangkit dari keterpurukannya selama ini, maka yang dilakukan bukanlah berharap pada ummat lain karena sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri berusaha mengubahnya (QS Ar Ra’ad : 13). Perubahan dalam hal ini adalah berubah dari pola sikap dan pola pikir yang tidak islami menuju sikap dan pemikiran yang sesuai Islam dalam segala aspek kehidupan, yakni dengan cara menegakkan Sistem Islam. Sistem yang bisa dipertanggungjawabkan, yang tidak memberikan jalan bagi manipulasi dan kebohongan, sistem yang menjadikan jaminan terhadap kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, dan papan) menjadi kebijakan pokok ekonominya. Sistem yang akan membebaskan negeri Islam dari penjajahan dan mempertahankan negeri Islam dari kerakusan Kapitalisme yang merampok kekayaan negeri Islam., Yakni Daulah Khilafah Islamiyyah.

Wallahu A’lam Bi ashowab

Bahan Bacaan :
www.jawapos.co.id
www.eramuslim.com
http://ihwansalafy.wordpress.com
http://marsudi1924.wordpress.com
http://gikania.blogsome.com

Tidak ada komentar: